Karya kerajinan tekstil tradisional Indonesia, secara fungsi dapat dibagi sebagai berikut.
- Sebagai pemenuhan kebutuhan sandang yang melindungi tubuh, seperti kain panjang, sarung dan baju daerah
- Sebagain alat bantu atau alat rumah tangga, seperti kain gendongan bayi dan untuk membawa barang
- Sebagai alat ritual (busana khusus ritual tradisi tertentu), contohnya,
- Kain tenun Ulos
- Kain pembungkus kafan batik motif doa
- Kain ikat celup Indonesia Timur (penutup jenazah)
- Kain Tapis untuk pernikahan masyarakat daerah Lampung
- Kain Cepuk untuk ritual adat di Pulau Nusa Penida
- Kain Songket untuk pernikahan dan khitanan
- Kain Poleng dari Bali untuk acara ruwatan (penyucian)
Tekstil tradisional Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat
baik pengaruh dari suku maupun bangsa lain. Secara geografis, posisi
Indonesia terletak pada persimpangan kebudayaan besar, antara dua benua
Asia dan Australia, serta dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Gelombang kontak perdagangan yang melewati wilayah negara
kepulauan Indonesia memberikan pengaruh dan mengakibatkan akulturasi
(percampuran) budaya yang tampak pada pengembangan karya kerajinan
tekstil di Indonesia.
Kain-kain tradisional di wilayah kepulauan Indonesia ini pada awalnya
merupakan alat tukar/ barter yang dibawa oleh pedagang pendatang dengan
penduduk asli saat membeli hasil bumi dan rempah-rempah di Indonesia.
Sekitar abad ke-15 Masehi, pedagang muslim Arab dan India melakukan
kontak dagang dengan mendatangi pulau Jawa dan Sumatra. Pengaruh Islam
secara langsung dapat dilihat pada tekstil Indonesia. Beberapa batik
yang dibuat di Jambi dan Palembang di Sumatra, serta di Utara Jawa,
dibuat dengan menggunakan ayat-ayat yang berasal dari bahasa Arab Al
Qur’an.
Di Indonesia juga terdapat kain sarung kotak-kotak dan polos yang banyak
digunakan di Semenanjung Arab, Timur Laut Afrika, Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan Kepulauan Pasi¬k. Pada abad ke-13 pedagang Gujarat
memperkenalkan Patola, yaitu kain dengan teknik tenun ikat ganda dari
benang sutra yang merupakan busana Gujarat, Barat Laut India. Proses
pembuatan kain Patola sangat rumit sehingga di India kain ini digunakan
dalam berbagai upacara yang berhubungan dengan kehidupan manusia,
seperti kelahiran, perkawinan dan kematian juga sebagai penolak bala.
Melalui perdagangan dengan bangsa Gujarat, keberadaan kain Patola
tersebar luas di kepulauan Nusantara. Kain Patola umumnya hanya dimiliki
oleh kalangan terbatas. Penduduk setempat yang telah memiliki
keterampilan menenun pun mencoba mereproduksi kain yang sangat berharga
tersebut dengan tenun ikat pakan. Di Maluku, kain ini sangat dihargai
dan dikenakan dengan cara dililitkan di pinggang atau leher. Para
penenun di Nusa Tenggara Timur mengembangkan corak kain tenun yang
dipengaruhi oleh corak yang terdapat pada kain Patola, dengan corak yang
berbeda untuk raja, pejabat, dan kepala adat dalam jumlah yang sangat
terbatas dan hanya dikenakan pada upacara–upacara adat. Kain Patola dari
Lio NTT ini ada yang dibuat sepanjang 4 meter yang disebut katipa
berfungsi sebagai penutup jenazah.
Motif Patola juga dikembangkan menjadi kain Cinde di daerah Jawa Tengah.
Kain Cinde tidak dibuat dengan teknik tenun ikat ganda, tetapi dibuat
dengan teknik direct print, cap atau sablon. Kain ini digunakan sebagai
celana dan kain panjang untuk upacara adat, ikat pinggang untuk
pernikahan, serta kemben dan selendang untuk menari. Kain serupa
terdapat pula di Palembang, disebut kain Sembagi. Sembagi yang berwarna
terang digunakan pada upacara mandi pengantin dan hiasan dinding pada
upacara adat. Kain Sembagi yang berwarna gelap digunakan untuk penutup
jenazah. Motif Patola memengaruhi motif batik Jlamprang yang berwarna
cerah yang berkembang di Pekalongan, dan motif Nitik yang berkembang di
Yogyakarta dan Surakarta yang berwarna sogan (kecokelatan), indigo
(biru), kuning dan putih. Corak Patola juga berkembang di Pontianak,
Gorontalo, dan kain tenun Bentenan di Menado.
Kain dengan teknik tenun ikat ganda dibuat di Desa Tenganan
Pegeringsingan di Bali. Kain sakral tersebut dikenal dengan nama kain
Gringsing yang artinya bersinar. Teknik tenun ikat ganda hanya dibuat di
tiga daerah di dunia, yaitu di Desa Tenganan Bali, Indonesia (kain
Gringsing), di Kepulauan Okinawa, Jepang (tate-yoko gasuri) dan Gujarat
India (kain Patola). Teknik tenun ikat ganda adalah tenun yang kedua
arah benangnya, baik benang pada lungsin maupun pakan diwarnai dengan
teknik rintang warna untuk membentuk motif tertentu.
Kreativitas bangsa Indonesia mampu mengembangkan satu jenis kain tenun
Patola Gujarat menjadi beragam tekstil yang sangat indah di seluruh
daerah di Indonesia. Contoh perkembangan kain Patola ini hanya salah
satu dari bukti kreativitas tinggi yang dimiliki oleh bangsa kita.
Pada tekstil tradisional, selain untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga
memiliki makna simbolis di balik fungsi utamanya. Beberapa kain
tradisional Indonesia dibuat untuk memenuhi keinginan penggunanya untuk
menunjukkan status sosial maupun kedudukannya dalam masyarakat melalui
simbolsimbol bentuk ragam hias dan pemilihan warna. Selain itu ada pula
kain tradisional Indonesia yang dikerjakan dengan melantunkan doa dan
menghiasinya dengan penggalan kata maupun kalimat doa sebagai ragam
hiasnya. Tujuannya, agar yang mengenakan kain tersebut diberi kesehatan,
keselamatan, dan dilindungi dari marabahaya.
Kain tradisional Indonesia dibuat dengan ketekunan, kecermatan yang
teliti dalam menyusun ragam hias, corak warna maupun maknanya.
Akibatnya, kain Indonesia yang dihasilkan mengundang kekaguman dunia
internasional karena kandungan nilai estetikanya yang tinggi.
Tugas 2
Mengenali Makna Simbol Kain Tradisional
Dikerjakan berkelompok, terdiri atas maksimal 5 orang.
- Tiap kelompok mencari dan membawa minimal 3 contoh kain tradisional. Contoh kain tradisional :
- Tiap kelompok mempresentasikan makna simbolik, fungsi dan memperagakan cara mengenakan kain tradisional tersebut.
- Bukalah kesempatan diskusi dengan teman sekelas sehingga dapat
melihat kekayaan budaya Indonesia. - Catatlah komentar teman sekelas dan buatlah rangkuman dari hasil kegiatan presentasi tersebut pada buku tugas.
- Lengkapi dengan dokumentasi kegiatan saat mengerjakan tugas ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar